Sabtu, 05 Juni 2010

KTSP: PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 5 ayat (4) menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak antara lain: (1) Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (2) Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan kurikulum. Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti periode sebelumnya. Tidak ada lagi kurikulum nasional seperti kurikulum 1984, 1994 dan sebagainya. Pemerintah hanya menetapkan SNP yang menjadi acuan sekolah dalam mengembangkan kurikulum. Kini saatnya sekolah mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan potensi peserta didik, masyarakat dan lingkungannya.
Sementara itu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (Dit. PSMA) adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum.
Lebih jauh dijelaskan dalam Permendiknas nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Mandikdasmen bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Dit. PSMA, antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.
Pengembangan KTSP (KTSP) berdasarkan SNP memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan SK dan KD; analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; serta analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
Penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan KTSP dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran secara umum dengan mengembangkan SK dan KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
Sebagai bagian dari langkah pengembangan silabus, pengembangan kegiatan pembelajaran merupakan langkah strategis yang berpengaruh pada kualitas pembelajaran di kelas. Kemampuan guru dan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut. Dengan demikian diperlukan panduan pengembangan kegiatan pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman bagi guru dan sekolah dalam mengembangkan SK dan KD tiap mata pelajaran.
B. Tujuan
Penyusunan panduan ini bertujuan:
1. memberikan pemahaman lebih luas bagaimana merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan metode dan media secara bervariasi;
2. memberikan alternatif pembelajaran bervariasi untuk kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur;
3. mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran yang efektif.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini meliputi: konsep dasar dan implementasi pembelajaran, mekanisme pengembangan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk sistem paket dan sistem satuan kredit semsester (SKS), serta evaluasi dan tindak lanjut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran.
KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASI
A. Konsep Dasar Pembelajaran
1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik.
Tingkah laku yang berubah sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang termasuk faktor internal, yaitu: kecerdasan, bakat (aptitude), keterampilan (kecakapan), minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental.
Faktor eksternal, adalah kondisi di luar individu peserta didik yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (keadaan sosio-ekonomis, sosio kultural, dan keadaan masyarakat).
Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik (Winkel, 1991).
Pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuat berhasil guna (Gagne, 1985). Oleh karena itu pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya (Miarso, 1993)
Proses pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif.
Strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efesien dan efektif (T. Raka Joni, 1992). Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya (Dick and Carey).
Faktor yang memengaruhi proses pembelajaran terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi guru sebagai pengelola kelas. Guru harus dapat melaksanakan proses pembelajaran, oleh sebab itu guru harus memiliki persiapan mental, kesesuaian antara tugas dan tanggung jawab, penguasaan bahan, kondisi fisik, dan motivasi kerja.
Faktor eksternal adalah kondisi yang timbul atau datang dari luar pribadi guru, antara lain keluarga dan lingkungan pergaulan di masyarakat. Faktor lingkungan, yang dimaksud adalah faktor lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan sekolah.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan, secara umum ada dua strategi pembelajaran yaitu strategi yang berpusat pada guru (teacher centre oriented) dan strategi yang berpusat pada peserta didik (student centre oriented). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menggunakan strategi ekspositori, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menggunakan strategi diskoveri inkuiri (discovery inquiry).
Pemilihan strategi ekspositori atau diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan karakteristik kompetensi yang menjadi tujuan yang terdiri dari sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta karakteristik peserta didik dan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu tidak ada strategi yang tepat untuk semua kondisi dan karakteristik yang dihadapi. Guru diharapkan mampu memilah dan memilih dengan tepat strategi yang digunakan agar hasil pembelajaran efektif dan maksimal.
Pemilihan strategi ekspositori dilakukan atas pertimbangan:
a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian belum memadai;
b. sumber referensi terbatas;
c. jumlah pesera didik dalam kelas banyak;
d. alokasi waktu terbatas; dan
e. jumlah materi (tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan) atau bahan banyak.
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi ekspositori adalah sebagai berikut.
a. Preparasi, guru menyiapkan bahan/materi pembelajaran
b. Apersepsi diperlukan untuk penyegaran
c. Presentasi (penyajian) materi pembelajaran
d. Resitasi, pengulangan pada bagian yang menjadi kata kunci kompetensi atau materi pembelajaran.
Pemilihan strategi diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan:
a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian cukup memadai;
b. sumber referensi, alat, media, dan bahan cukup;
c. jumlah peserta didik dalam kelas tidak terlalu banyak;
d. materi pembelajaran tidak terlalu luas; dan
e. alokasi waktu cukup tersedia.
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi diskoveri inkuiri adalah sebagai berikut.
a. Guru atau peserta didik mengajukan dan merumuskan masalah
b. Merumuskan logika berpikir untuk mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
c. Merumuskan langkah kerja untuk memperoleh data
d. Menganalisis data dan melakukan verifikasi
e. Melakukan generalisasi
Strategi ekspositori lebih mudah bagi guru namun kurang melibatkan aktivitas peserta didik. Kegiatan pembelajaran berupa instruksional langsung (direct instructional) yang dipimpin oleh guru. Metode yang digunakan adalah ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan tanya jawab. Namun demikian ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
Strategi diskoveri inkuiri memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh, oleh karena itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi guru agar pengaturan kelas maupun waktu lebih efektif. Kegiatan pembelajaran berbentuk Problem Based Learning yang difasilitasi oleh guru. Strategi ini melibatkan aktivitas peseserta didik yang tinggi. Metode yang digunakan adalah observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dan sebagainya.
2. Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.
Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
a. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
b. Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam KD dan SK tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
c. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya.
d. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
e. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkungan.
f. Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta didik.
g. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
Tujuh konsep utama pembelajaran kontekstual, yaitu:
a. Constructivisme
§ Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki
§ Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
§ Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu.
b. Inquiry
§ Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan.
§ Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya
c. Questioning
§ Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik.
§ Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.
d. Learning Community
§ Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif
§ Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang
e. Modelling
§ Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain.
§ Pemodelan dilakukan oleh guru (sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain.
f. Reflection
§ Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari
§ Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru
§ Hasil konstruksi pengetahuan yang baru
§ Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya
g. Autentic Assesment
§ Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
§ Berlangsung selama proses secara terintegrasi
§ Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test)
§ Alternative bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal
B. Implementasi Pengembangan Kegiatan Pembelajaran
Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan panduan penyusunan KTSP (KTSP), kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah standar yang menerapkan sistem paket, beban belajarnya dinyatakan dalam jam pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat SMA terdiri dari 45 menit tatap muka untuk Tugas Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur memanfaatkan 0% – 60% dari waktu kegiatan tatap muka.
Sementara itu bagi sekolah kategori mandiri yang menerapkan sistem kredit semester, beban belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). 1 (satu) sks tingkat SMA terdiri dari 1 (satu) jam pelajaran (@45 menit) tatap muka dan 25 menit tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Dengan demikian, pada sistem paket maupun SKS, guru perlu mendesain kegiatan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur dan kegiatan mandiri.
1. Kegiatan Tatap Muka
Untuk sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi.
Untuk sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi dikoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.
2. Kegiatan Tugas terstruktur
Bagi sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
Bagi sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tugas terstruktur dirancang dan dicantumkan dalam jadwal pelajaran meskipun alokasi waktunya lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan tatap muka. Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, atau simulasi.
3. Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru namun tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran baik untuk sistem paket maupun sistem SKS. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
MEKANISME PENGEMBANGAN
A. Mekanisme
Mekanisme pengembangan kegiatan pembelajaran dilakukan secara simultan dengan pengembangan KTSP (KTSP) dan silabus mata pelajaran. Sekolah atau kelompok sekolah dengan karakteristik yang hampir sama dan/atau kelompok guru mata pelajaran merumuskan bersama pengembangan kegiatan pembelajaran.
Kegiatan dilakukan dalam koordinasi kepala sekolah yang dilaksanakan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah bersama dengan guru baik melalui rapat kerja dan/atau kegiatan MGMP.
Dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, diperlukan informasi yang cukup berkaitan dengan karakteristik sekolah yang terdiri dari, potensi dan kebutuhan peserta didik, sumber daya, fasilitas, lingkungan, dan lain-lain. Informasi diperoleh dari berbagai sumber seperti catatan dan pengalaman guru, hasil riset bagian penelitian dan pengembangan (Litbang), atau informasi bagian inventarisasi di sekolah, serta karakteristik keilmuan sesuai mata pelajaran.
Hasil pengembangan dituangkan dalam rancangan kegiatan pembelajaran dalam bentuk silabus dan desain pembelajaran, rancangan pelaksanaan pembelajaran lebih rinci (RPP), desain penilaian dan instrumennya, serta dilaksanakan secara efektif dan efisien. Mekanisme kerja tim pengembang kurikulum, MGMP, dan guru mata pelajaran disajikan dalam skema berikut ini.
Gambar 1.
Mekanisme Kerja Tim Pengembang Kurikulum,
MGMP dan Guru Mata Pelajaran
KTSP
(Struktur kurikulum, Mekanisme Pembelajaran dan Penilaian, dll)
Silabus
Desain Pembelajaran
Desain Penilaian
RPP
Instumen Penilaian
Bahan ajar
Pelaksanaan Pembelajaran dan Penilaian
Tim Pengembang Kurikulum
MGMP
Guru Mata Pelajaran
Evaluasi
Evaluasi




B. Langkah-Langkah
Pengembangan kegiatan pembelajaran dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengkaji dan memetakan KD (KD) agar diketahui karakteristiknya. Hal ini perlu dilakukan guna merancang strategi dan metode yang akan digunakan pada kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, dan mandiri tidak terstruktur.
2. Mendeskripsikan KD secara lebih rinci dan terukur ke dalam rumusan indikator kompetensi. Indikator berguna untuk merancang kegiatan pembelajaran yang diperlukan. Indikator yang dominan pada prinsip dan prosedural misalnya, menyarankan kegiatan pembelajaran dengan strategi diskoveri inkuiri.
3. Membuat desain pembelajaran dalam bentuk silabus atau desain umum pembelajaran seperti disajikan dalam Contoh Desain Umum Pembelajaran Sistem SKS.
4. Menjabarkan silabus atau desain pembelajaran dalam bentuk rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) tiap pertemuan.
5. Melaksanaan pembelajaran sesuai dengan silabus/desain pembelajaran dan RPP.
6. Melakukan penilaian proses maupun hasil belajar untuk mengukur pencapaian kompetensi
Contoh Desain Umum Pembelajaran :
MINGGU
KE
KOMPETENSI DASAR
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TATAP MUKA
TUGAS TERSTRUKTUR
KEGIATAN MANDIRI
1
1.1. Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu)
Guru
1. melakukan questioning pengalaman siswa tentang mengukur, besaran, dan satuan
2. menjelaskan aspek penting dalam mengukur
1. praktik mengukur di laboraorium
1. mendata alat ukur yang sering digunakan sehari-hari
2. membuat laporan hasil praktik
2
Dst.

Kamis, 03 Juni 2010

 
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DAN THEACING PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN
SISWA KELAS VII B SEMESTER II MTs NEGERI CILILIN
 TAHUN PELAJARAN 2009/2010

LAPORAN

Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Pada Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika

  
Disusun Oleh:
Nama : PARMAN
Nim  : 208203831


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang  Masalah
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaanya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.
Penyelenggaraan pendidikan akan dapat berhasil bila semua unsur dalam sistem pendidikan berjalan seiring dan seirama menuju tujuan pendidikan yang diterapkan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh para guru.
Perkembangan pendidikan di Negara Indonesia masih sangat tertinggal jauh dari negara-negara maju. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia tahun 2000 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga ditunjukkan dari data Balitbang tahun 2003 bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya1delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP). Dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program(DP).
(http://www.sman2mks.com/index.php?ophun=com.content&talk=698&itemid=86)
Berdasarkan pendapat diatas rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, dikarenakan adanya (1) kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaraan sistem pendidikan, (2) berbagai masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik dan rendahnya kesejahteraan guru, (3) pandangan yang keliru terhadap guru, dimana guru lebih banyak mendominasi jalannya pembelajaran matematika di sekolah yang juga mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan.
Peran guru dan metode pembelajaran yang digunakan untuk membawakan materi pembelajaran sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa. Banyak siswa yang tidak tertarik mengikuti pelajaran matematika karena bosan dan mengantuk. Sebenarnya tidak ada pelajaran yang membosankan tetapi yang benar adalah gurunya yang membosankan karena tidak mengerti cara menyajikan materi matematika yang baik, santai, menyenangkan dan menarik minat serta perhatian siswa. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini.
Menurut Marpaung (2001:1) upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika antara lain melakukan perubahan kurikulum secara teratur supaya isi kurikulum tidak ketinggalan dengan IPTEK dan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat. Mempertimbangkan keadaan diatas perlu diadakan perubahan kurikulum sebagai usaha penyempurnaan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilakukan untuk menangani masalah pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan penyempurnaan dalam hal metode mengajar yang bervariasi sehingga dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran. Pada dasarnya penerapan metode mengajar yang bervariasi berupaya untuk meningkatkan keberhasilan dalam belajar dan sekaligus sebagai salah satu indikator peningkatan kualitas pendidikan. Namun perlu diketahui bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menangkap pelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor luar maupun dalam siswa itu sendiri.   
Dengan demikian metode mengajar yang bervariasi dapat mengaktifkan siswa dan membuat suasana belajar menjadi menyenangkan. Hal ini membuktikan bahwa metode belajar sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Apabila guru mengajar dengan metode yang kurang baik maka akan mempengaruhi belajar siswa dengan tidak baik pula. Guru yang biasa mengajar dengan metode ceramah saja akan menjadikan siswa bosan, pasif dan tidak ada minat belajar. Oleh karena itu guru dituntut untuk menggunakan metode lain atau metode-metode yang baru disesuaikan kondisi dan situasi belajar agar motivasi dan minat belajar siswa untuk belajar tetap tinggi dan akhirnya tujuan belajar dapat tercapai dengan efektif, efisien, cepat dan tepat. Selain metode mengajar aktivitas belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini mengingat bahwa kegiatan pembelajaran diadakan dalam rangka memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Dalam belajar matematika, aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan guru, tetapi siswa harus berpartisipasi aktif misalnya kerja kelompok, bertanya, mengemukakan ide, dan maju kedepan kelas. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar mereka akan dapat mengambil pengalaman-pengalaman belajar tersebut. Dengan adanya keaktifan siswa dalam belajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan.
Berdasarkan uraian diatas maka akan diadakan penelitian dengan judul: MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN  SISWA KELAS VII B SEMESTER II MTs NEGERI CILILIN TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

B.     Rumusan  Masalah
Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat di identifikasi permasalahan yaitu: Apakah melalui model pembelajaran Quantum dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIB semester II MTs Negeri Cililin tahun pelajaran 2009 / 2010 pada pokok bahasan Himpunan?

C.    Paradigma  Penulisan
Seperti dijelaskan diatas bahwa keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya model pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk menerapkan keterampilan dan kreatifitasnya dalam memilih dan mengembangkan pendekatan dalam proses suatu pembelajaran.
            Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu mengalami alam sekitar secara ilmiah, oleh karena itu siswa harus terlibat langsung dalam membangun konsep melalui pengalaman-pengalaman nyata, pengalaman-pengalaman ini juga bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman matematika seorang siswa. Begitu banyak pendekatan yang merancang agar siswa terlibat langsung dalam kegiatan proses pembelajaran dan salah satunya adalah pemecahan masalah yang sering muncul. Langkah pemecahan masalah berdasarkan atas konsep yang telah dibentuk oleh siswa.
            Pokok bahasan himpunan merupakan materi yang didalamnya terdapat konsep atau definisi yang diperlukan sebelum siswa melakukan sebuah perhitungan, Himpunan juga adalah materi yang bertingkat-tingkat, artinya materi ini tidak hanya dipelajari di tingkat SMP/MTs melainkan juga dipelajari di tingkat SMA/MA. Materi himpunan di SLTP merupakan sebuah materi dasar untuk materi himpunan selanjutnya. Oleh karena itu, penanaman konsep himpunan secara benar perlu diperhatikan dan dilakukan sejak di sekolah menengah pertama.
            Dari observasi yang saya lakukan, siswa yang ada di MTs Negeri Cililin  ini tidak mengetahui atau memahami konsep materi yang sedang mereka pelajari, ini diakibatkan oleh pembelajaran yang guru dan siswa lakukan, yaitu hanya mencatat tanpa memahami apa yang sedang mereka catat. Oleh karena itu saya akan melakukan sebuah pembelajaran dengan model Koperatif Learning tipe Quantum  pada pokok bahasan Himpunan dengan :
Ø  Strategi: Siswa aktif belajar
Ø  Pendekatan: Konstruktivis, pemecahan masalah
Ø  Metode Pembelajaran             : Tanya jawab, Diskusi, Demonstrasi
Ø  Teknik: Probing-Promting, scaffolding.





















BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Model  Pembelajaran
            Model pembelajaran yang dipakai dalam melakukan observasi adalah model kooperatif learning tipe Quantum Menurut para ahli Quantum terbagi kepada dua bagian yaitu Quantum Learning dan Quantum Teaching, dibawah ini akan dijelaskan pengertian Quantum Learning dan Quantum Teaching yaitu:
1.      Pengertian Quantum Learning
Charlotte Shelton (1998 : 1) menjelaskan tentang pengertian Quantum. Dalam buku tersebut dituliskan sebagai berikut :
“The word quantum literally means “a quantity of something”, mechanics refers to “the study of motion”. Quantum mechanic is, therefore, the study of sub atomic particles in motion. It is however, erroneous to think of these subatomic particle as quantities of “something”. Subatomic particles are not material things, rather, they are probability tendencies-energy with potentiality. The energy, as the term mechanics implies, is never static. It is always in continous motion, uncceasingly changing from wave to particle and particle to wave, forming the atoms and molecules that subsequently create a material world. It is really quite amazing that those seemingly stable and stationary things we observe in the material world ore composed solely of energy”.
  “Kata quantum dalam literatur berarti banyaknya sesuatu, secara mekanik berarti studi tentang gerakan”. Jadi mekanika kuantum adalah ilmu yang mempelajari tentang partikel-partikel sub atom yang bergerak. Namun demikian kekeliruan berpikir tentang partikel sub atom ini merupakan banyaknya benda. Partikel sub atom bukan merupakan kecenderungan energi dengan potensial. Energi sebagai implikasi dalam istilah mekanika tidak pernah statis. Energi selalu bergerak secara terus menerus, tidak pernah berhenti berubah dari gelombang menjadi partikel dan dari partikel menjadi gelombang, membentuk atom-atom dan molekul yang seterusnya membentuk dunia materi. Ini benar-benar hal yang menakjubkan yang terlihat stabil dan statis, apabila kita cermati ternyata dunia materi ini tersusun energi”.
Bobbi DePorter dalam artikelnya yang berjudul The Impact of Quantum Learning (http://www.newhorizons.org) atau (http://learningforum.com) menjelaskan pengertian Quantum Learning (QL), sebagai berikut :
“Quantum Learning is a Comprehensive model that covers both educational theory and immediate classroom implementation. Into integrates research-based best practices in education into a unified whole, making content more meaningful and relevant to students’ lives. Quantum Learning is about bringing joy to teaching and learning with ever-increasing ‘Aha’ moment of discovery. It help teachers to present their content a way that engages and energizes students. This model also integrates learning and life skills, resulting in students who become effective lifelong learners-resposible for their own education”.
Quantum Learning adalah keseluruhan model yang mencakup kedua teori pendidikan dan pelaksanaan di kelas dengan cepat. Ini menggambarkan praktek dasar penelitian terpadu yang terbaik dalam pendidikan ke dalam keseluruhan, yang membuat isi lebih bermakna dan relevan bagi kehidupan siswa.
Quantum Learning menjadikan mengajar dan belajar menjadi senang dengan peningkatan ‘Aha’ pada kegiatan penemuan. Ini membantu guru menampilkan isi mereka yang merupakan sebuah jalan yang dapat menyertakan dan memberdayakan siswa. Model ini juga memadukan belajar dan kecakapan hidup, menghasilkan siswa-siswa sebagai pebelajar yang efektif selamanya-bertanggungjawab bagi pendidikannya sendiri”.
Istilah yang hampir dipertukarkan dengan sugestology  adalah “percepatan belajar” (accelerated learning). Permercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan : hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.(DePorter & Hernacki dalam Alwiyah Aburrahman, 2000:14)
Dave Meier mengemukakan bahwa Accelerated Learning adalah filosofi kehidupan dan pembelajaran yang terpadu, mengupayakan demekanisasi dan membuat belajar menjadi manusiawi kembali menempatkan pembelajar tepat di pusat, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, seluruh pikiran, dan seluruh pribadi. Tegasnya Accelerated Learning adalah hasil yang dicapai, bukan metode yang digunakan. (Rahmani Astuti, 2005 : 34-38)
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan anatara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif, merupakan faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan “pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.
Seperti disebutkan di atas pada bagian latar belakang, bahwa untuk melaksanakan/praktek pembelajaran Metode Quantum Learning adalah menggunakan Model Quantum Teaching. Quantum  Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi itu mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. (De Porter, 1999 : 5).
Sejalan dengan itu menurut Ausubel dalam Ismail (1998 : 4.17) disebutkan bahwa belajar menjadi bermakna (meaningful) jika informasi yang hendak dipelajari disusun sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa, dengan informasi yang telah dimilikinya, dengan demikian anaka akan menghubungkan informasi baru tersebut dengan informasi yang telah dimilikinya.

2.      Pengertian Quantum Learning
Menurut De Porter dalam Ary Nilandari (2000:6)  Quantum teaching bersandar pada konsep “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Ini adalah Asas Utama sebagai alasan dasar di balik strategi, model, dan keyakinan Quantum Teaching. Maksudnya untuk mendapatkan hak mengajar, seorang guru harus membuat jembatan autentik memasuki kehidupan murid sebagai langkah pertama. Setelah kaitan itu terbentuk bawalah mereka ke dunia kita sehingga siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunianya dan menerapkannya pada situasi baru.
Quantum Teaching juga memiliki 5 prinsip, atau kebenaran tetap. Serupa dengan Asas Utama “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.” Prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) segalanya berbicara, (2) Segalanya bertujuan, (3) pengalaman sebelum memberi nama, (4) akui setiap usaha, (5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
Model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni, yaitu ada banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik. Unsur-unsur itu dibagi menjadi dua kategori yaitu konteks dan isi. (De Porter 2000 : 8). Konteks adalah latar untuk pengalaman. Konteks merupakan keakraban ruang orkestra itu sendiri (lingkungan), semangat konduktor dan para pemain musiknya (suasana), keseimbangan instrument  dan musisi dalam bekerja sama (landasan), dan ineterpretasi sang maestro terhadap lembaran musik (rancangan). Unsur-unsur itu berpadu dan menciptakan pengalaman musik. Sedangkan isi adalah bentuk penyajian. Anggapan bahwa lembaran musik itu sendiri sebagai isi-isi, not-not nyata pada sebuah halaman, yang lebih dari sekedar not-not pada sebuah halaman. Salah satu unsur isi adalah bagaimana tiap frase musik dimainkan. Isi juga meliputi fasilitasi ahli sang maestro terhadap orkestra, memanfaatkan bakat setiap pemain musik dan potensi setiap instrumen.
Dalam proses pembelajaran unsur-unsur yang terdiri dari suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian dan fasilitasi disusun sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan kesuksesan belajar siswa. Konteks menata panggung belajar mempunyai empat aspek yaitu :
1. Suasana
Suasana kelas mencakup bahasan yang dipilih, cara menjalin simpati dengan siswa, dan sikap guru terhadap sekolah serta belajar. Suasana yang penuh kegembiraan, akan membawa kegembiraan pula dalam belajar.
2. Landasan.
Kerangka kerja yaitu tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.
3. Lingkungan
Adalah cara guru menata ruang kelas meliputi pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua hal yang mendukung proses belajar.
4. Rancangan.
Penciptaan terarah unsur-unsur penting yang dapat menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar-menukar informasi.
Minat seseorang timbul tidak secara tiba-tiba/spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. (Sairan, 2003 : 16). Oleh sebab itu, minat akan selalu berkaitan dengan kebutuhan atau keinginan. Dalam pembelajaran model Quantum Teaching yang penting adalah bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar.
Menurut Michael Gazzaniga dalam Ary Nilandari (2005:7) mengemukakan, bahwa dorongan biologis alamiah itu sederhana, kemampuan atau keterampilan baru akan berkembang jika diberikan lingkungan model yang sesuai (De Porter, 2000 : 11). Disini berarti guru harus mampu menciptakan lingkungan model yang sesuai dengan situasi.

2.Asas Quantum Teaching
Asas dari Quantum Teaching adalah Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Asas ini mengingatkan kita untuk pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertamanya. Untuk mendapatkan hak mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki kehidupan murid. Mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan kepada siswa. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full-contact yang melibatkan semua aspek kepribadian manusia (pikiran, perasaan, bahasa tubuh pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi masa datang).
Maka dari itu, hal yang pertama dilakukan oleh guru adalah memasuki dunia muridnya. Tindakan ini akan memberi guru izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran ilmu pengetahuan yang lebih luas. Caranya adalah dengan mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, social, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis. Setelah kaitan itu terbentuk, guru dapat membawa muridnya ke dalam dunia guru, dan memberi mereka pemahaman guru mengenai isi dunia itu, maka kosa kata baru, model mental, rumus dan lain-lain dapat dibeberkan. Dengan pengertian dan pemahaman yang lebih luas, siswa dapat membawa apa yang mereka (murid) pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.
3. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
  1. Segalanya berbicara
Maksudnya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, keseluruhannya mengirim pesan tentang belajar
  1. Memiliki tujuan
Semua yang terjadi karena guru mempunyai tujuan seperti seorang guru yang harus secara hati-hati menyusun pelajaran.
  1. Pengalaman sebelum pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Pembelajaran berjalan sukses ketika murid mengalami informasi pada awal pembelajaran.
  1. Mengakui setiap usaha
Dalam belajar mengandung resiko dan keluar dari rasa nyaman. Pada langkah ini, murid berhak atas pengakuan dari kecakapan dan rasa percaya diri mereka. Murid mengambil resiko dan membangun kompetensi dan kepercayaan diri mereka.
  1. Layak dipelajari maka layak dirayakan (diberi reward)
Perayaan atau memberikan sesuatu sebagai reward adalah suatu umpan balik mengenai kemajuan murid dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

4. Model Quantum
Model ini hampir sama dengan sebuah simfoni. Jika kita menonton sebuah simfoni, ada banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik kita. Unsur tersebut terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
  1. Konteks
Konteks yaitu latar belakang pengalaman guru. Jika dalam sebuah orkestra musik, konteks merupakan keakraban ruang orkestra (lingkungan), semangat konduktor dan para pemain musiknya (suasana), keseimbangan instrument dan musisi dalam bekerja sama (landasan), dan interpretasi dari maestro terhadap lembaran musik (rancangan). Unsur-unsur ini berpadu dan menciptakan pengalaman bermusik secara menyeluruh
  1. Isi
Salah satu unsur isi adalah bagaimana tiap frase musik dimainkan (penyajian). Isi juga meliputi fasilitasi ahli sang maestro terhadap orkestra, memanfaatkan bakat setiap pemain musik dan potensi setiap instrumen.
Jika dikaitkan dengan situasi belajar-mengajar sekolah, unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik yaitu suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian, dan fasilitas. Dalam pelaksanaannya Quantum Teaching melakukan langkah-langkah pengajaran dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah tandur, yaitu :
  1. Tumbuhkan minat dengan memuaskan, yakni apakah manfaat pelajaran tersebut bagi guru dan murid.
  2. Alami, yakni ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
  3. Namai, untuk ini harus disediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi : yang kemudian menjadi sebuah masukan bagi si anak
  4. Demonstrasikan, yakni sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.
  5. Ulangi, yakni tunjukkan kepada para pelajar tentang cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”
  6. Rayakan, yakni pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan
Dari kerangka konseptual tentang langkah-langkah pengajaran dalam Quantum Teaching tersebut terlihat adanya empat ciri sebagai berikut :
  1. adanya unsur demokrasi dalam pengajaran. Hal ini terlihat bahwadalam Quantum Teaching terdapat unsur kesempatan yang luas kepadas eluruh para siswa untuk terlibat aktif dan partisipasi dalam tahapan-tahapan kajian terhadap suatu mata pelajaran
  2. sebagai akibat dari ciri yang pertama, maka memungkinkan tergali dan terekspresikannya seluruh potensi dan bakat yang terdapat pada diri si anak
  3. adanya kepuasan pada diri si anak. Hal ini terlihat dari adanya pengakuan terhadap temuan dan kemampuan yang ditunjukkan oleh si anak, sehingga secara proporsional
  4. adanya unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan. Hal initerlihat dari adanya pengulangan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai si anak
  5. adanya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan temuan yang dihasilkan si anak, dalam bentuk konsep, teori, model dan sebagainya.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe Quantum sebagai berikut:
a.       Siklus I Guru melakukan perkenalan dan mengenalakan Model pembelajaran quantum.
b.      Guru menbagi kelompok siswa untuk pertemuan kedua.
c.       Guru menerangkan Konsep Himpunan
d.      Refleksi
e.       Siklus II. Ekplorasi dilakukan oleh guru untuk mengarahkan terbimbing konsep agar ditemukan oleh siswa dengan cara probing (mengarahkan terbimbing yang lebih jelas arahannya agar jawaban siswa relevan dengan harapan guru) dan scaffolding (mengarahkan terbimbing agar siswa mudah memahami pertanyaan guru)
f.       Pemberian masalah kepada setiap kelompok
g.      Siswa menyelesaikan jawaban masing-masing, untuk memeriksa jawaban benar atau salah meminta teman dalam kelompoknya untuk memeriksa jawaban tersebut. Bila masih ada jawaban yang salah siswa harus berusaha mencoba menyelesaikan semua soal hingga benar. Siswa yang mendapat kesulitan disarankan meminta bantuan pada ketua kelompoknya sebelum meminta penjelasan kepada guru.
h.      Klarifikasi guru jika diperlukan
Setiap siswa menyelesaikan tes unit yang merupakan tes akhir untuk menentukan good team, great team dan super team
i.        Siklus III. Guru mengklarifikasi masalah-masalah yang belum dikuasai siswa. Siswa menyimpulkan semua materi yang telah diberikan.
j.        Guru memberikan tes akhir

Langkah-langkah di atas adalah langkah yang ideal yang seharusnya dilakukan jika kita melakukan model pembelajaran kooperatif learning tipe Quantum dalam pembelajaran. Namun sayang sekali dalam pembelajaran yang telah  dilakukan, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning tipe quantum tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena beberapa hal, diantaranya: keadaan siswa, situasi dan lingkungan yang tidak mendukung. Semua hal yang perlu disiapkan dan berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe quantum telah disiapkan, tapi sayangnya ketika kita terjun ke lapangan,  semua yang telah disiapkan tidak dapat sepenuhnya dijalankan. Hanya sekitar 80 % yang masih bisa dijalankan, diantaranya: ekplorasi dari guru, pemberian masalah, refleksi, tes formatif, mengklarifikasi masalah yang belum dikuasai siswa dan pemberian tes akhir. Setelah melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran, beliau menyarankan bahwa boleh saja melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe quantum, tapi tidak perlu dibagi kelompok karena hal tersebut hanya akan menyita waktu. Lebih baik waktu yang tadinya disiapkan untuk pembagian kelompok digunakan untuk pemberian konsep materi pelajaran.
Pembagian Kelompok
Model Kooperatif Team Assisted Individualization (TAI)
Kelompok 1
Andri
M.Yusuf Maulana
Shofiatul fiqri
Lulu Nurzamzam
Ucu Neli A

Kelompok 2
Hendriansah
Asep Nurdiansyah
Nurcahya
Dini Novalutfiah
M Nurdin S

Kelompok 3
Bayu M Imam
Iki Sopandi
Guntur S
Nandang
Aldi Chandra

Kelompok 4
Neng Rina
Rida Nurajijah
Santi S
Imas Ruroh
Silfi Qurotul




Kelompok 5
M iqbal
Dede Suryadi
Abdul Kohar
Firman S M
Wisnu H

Kelompok 6
Siti aliah S
SIti Nurholifah
Sri Ratna
Sri Mulyani
Nova Y

Kelompok 7
Johan
Mansur
Ziyadatulrizqoh
Siti Mulyani
Rizki Andriansyah

Kelompok 8
Rofifah
Recki Perdian
Ratna S
Nurhasanah
Prianti Ning Tias


B.     Tujuan Akhir Pembelajaran
Penulis mengharapkan bahwa setelah siswa melakukan pembelajaran menggunakan model kooperatif learning tipe Quantum siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan koneksi berfikir siswa. Adapun indikator-indikator yang harus dicapai oleh siswa, diantaranya:
1.      Siswa dapat menyatakan masalah sehari-hari dalam bentuk himpunan dan mendata anggotanya.
2.      Siswa dapat menyatakan suatu himpunan.
3.      Siswa dapat menyebutkan anggota dan bukan anggota himpunan.
4.      Siswa dapat menyatakan himpunan kosong dan himpunan semesta
5.      Siswa dapat menyatakan banyaknya himpunan
6.      Siswa dapat menyatakan himpunan bilangan
7.      Siswa dapat menyatakan Mengenal himpunan bagian
8.      Siswa dapat menyatakan banyaknya himpunan bagian
9.      Siswa dapat menyatakan dan mengenal Diagram Venn

BAB III
PEMBAHSAN HASIL DILAPANGAN
A.       Gambaran Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran yang dilakukan tidak sepenuhya sama seperti yang tercantun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena beberapa kendala di lapangan. Jadi secara garis  besar proses pembelajaran di lapangan telah digambarkan pada tabel di bawah ini.
Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran Setiap Pertemuan
Pertemuan ke-
Tanggal pelaksanaan
Jumlah siswa yang hadir
Waktu
Materi
1
22 januari 2010
40 orang
2 x 35 menit (07.30-08.40)
1.      Siswa dapat menyatakan masalah sehari-hari dalam bentuk himpunan dan mendata anggotanya.
2.      Siswa dapat menyatakan suatu himpunan.
3.      Siswa dapat menyebutkan anggota dan bukan anggota himpunan.

2
23 januari 2010
40 orang
2 x 40 menit (11.50-12.30)
1.      Siswa dapat menyatakan himpunan kosong dan himpunan semesta
2.      Siswa dapat menyatakan banyaknya himpunan
3.      Siswa dapat menyatakan himpunan bilangan

3
29 januari 2010
40 orang
2x 35 menit (07.00-08.40)
1.      Siswa dapat menyatakan Mengenal himpunan bagian
2.      Siswa dapat menyatakan banyaknya himpunan bagian
3.      Siswa dapat menyatakan dan mengenal Diagram Venn

4
5 februari
2010
40 Orang
2 x 40 menit (11.50-12.30)
4.      Evaluasi

Pertemuan pertama (Jum’at, 22 Januari 2010)
Hari ini pelajaran matematika bagian jam pertama. Jam pertama saharusnya dimulai pukul 07.30 dan berakhir 08.45, tapi sayangnya pembelajaran baru bisa dimulai pukul 07.50. Hal ini disebabkan siswa ada Rutinitas sekolah pada hari jum’at untuk berdo’abersama serta ceramah.. Materi yang pertama disampaikan adalah: apa yang dimaksud dengan Himpunan, Menyakan contoh-contoh Himpuan, siswa dapat menyebutkan angota himpunan dan bukan anggota himpunan.
Untuk materi Himpunan belum dibahas sama guru yang bersangkutan, jadi disisni guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang apa itu himpuan, untuk materi himpuan Guru mencontohkan bersama siswa. Sesuai dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe Quantum, hal pertama yang dilakukan adalah penerapan konsep kepada siswa mengenai materi apa itu himpuan melalui contoh dan sebaliknya berupa penjelasan. Selanjutnya siswa diberi tugas untuk mengerjakan soal-soal yang ada di buku dan juga soal-soal yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh peneliti. Setiap siswa memperoleh satu soal dan wajib untuk mengerjakannya. Siswa yang sudah selesai mengerjakan disuruh untuk menulis jawaban mereka di papan tulis dan kemudian dijelaskan kepada siswa yang lain. Apabila terjadi kesalahan dalam pengerjaan dan penyampaian, maka guru (peneliti) langsung mengoreksi dan menyuruh siswa untuk membetulkannya. Apabila hasil pengerjaan dan penyampaian siswa sudah benar, maka guru (peneliti) hanya memperjelas kembali apa yang sudah dikerjakan dan disampaikan oleh siswa. Sebagai bentuk penghargaan untuk siswa, siswa yang mengerjakan soal di depan kelas memperoleh hadiah. Setelah semuanya selesai, pembelajaran pun dilanjutkan ke materi  berikutnya. Ketika siswa mulai terlihat jenuh, maka guru (peneliti) langsung memberikan permainan dan lagu-lagu yang tujuannya supaya pikiran siswa kembali relax. Setelah semuanya relax, maka pembelajaran dilanjutkan kembali. Diakhir pembelajaran, guru (peneliti) memberikan pekerjaan rumah (PR) dan kuis untuk memotivasi siswa agar tetap mengingat pelajaran yang telah disampaikan sampai dilanjutkan dengan materi yang baru pada hari berikutnya. 
Pertemuan kedua (Sabtu, 23 Januari 2010)
            Pembelajaran hari ini berbeda  dengan hari kemarin yaitu pelajaran matematika bagian jam terakhir dimana jam-jam yang lagi jenuh. Pembelajaran dimulai tepat pukul 11.50 setelah hari kemarin ditegaskan bahwa pembelajaran akan dimulai pukul 11.45 dan siswa pun mengikuti dengan baik penegasan tersebut. Pembelajaran kali ini membahas tentang himpunan kosong dan himpunan semesta dan banyaknya himpunan. Pembelajaran diawali dengan pemberian konsep pada siswa sehingga siswa berusaha untuk meingkatkan koneksi berfikir mereka hingga akhirnya mereka paham terhadap apa yang disampaikan oleh guru (peneliti). Hanya terdapat satu kendala dalam pembelajaran kali ini yaitu siswa belum sepenuhnya paham mengenai apa itu himpuan sehingga guru (peneliti) mengalami kesulitan dalam menyampaikan banyaknya himpunan. Setelah pemberian konsep selesai barulah setiap siswa diberi masalah berupa soal dan dituntut untuk mampu mengerjakan soal tersebut. Siswa yang kesulitan akan bertanya kepada temannya atau langsung menanyakan kepada guru (peneliti).
            Siswa yang sudah selesai mengerjakan soal harus menulis jawaban mereka di papan tulis dan menjelaskan hasil jawaban mereka kepada temannya. Siswa sangat antusias dalam hal ini karena siswa merasa bahwa mereka juga mampu dan mereka ingin seperti teman-teman mereka yang dari dulu sudah terbiasa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Siswa yang tadinya pemalu, sekarang menjadi lebih berani untuk tampil di depan kelas karena telah ditanaman dalam diri mereka bahwa mereka pasti bisa dan jangan takut salah karena sekaranglah waktunya mereka untuk salah bukan ketika mereka sudah dewasa. Diakhir pembelajaran siswa diberi kuis dan untuk lebih memotivasi mereka maka guru memberikan ketentuan bahwa siswa yang bisa mengerjakan soal yang telah disediakan di papan tulis maka siswa tersebut bisa langsung pulang. Alhasil setiap siswa saling berebut untuk berlomba mengerjakan soal yang mereka anggap paling gampang. Karena suasana sangat gaduh, akhirnya setiap siswa mendapat soal sesuai nomor urut absen kelas.
Pertemuan ketiga (Jum’at, 29 Januari 2010)
Pembelajaran hari ini berbeda  dengan hari kemarin yaitu pelajaran matematika bagian jam terakhir dimana jam-jam yang lagi jenuh. Pembelajaran dimulai tepat pukul 11.50 setelah hari kemarin ditegaskan bahwa pembelajaran akan dimulai pukul 11.45 dan siswa pun mengikuti dengan baik penegasan tersebut. Pembelajaran kali ini membahas tentang himpunan kosong dan himpunan semesta dan banyaknya himpunan. Pembelajaran diawali dengan pemberian konsep pada siswa sehingga siswa berusaha untuk meingkatkan koneksi berfikir mereka hingga akhirnya mereka paham terhadap apa yang disampaikan oleh guru (peneliti). Hanya terdapat satu kendala dalam pembelajaran kali ini yaitu siswa belum sepenuhnya paham mengenai apa itu himpuan sehingga guru (peneliti) mengalami kesulitan dalam menyampaikan banyaknya himpunan. Setelah pemberian konsep selesai barulah setiap siswa diberi masalah berupa soal dan dituntut untuk mampu mengerjakan soal tersebut. Siswa yang kesulitan akan bertanya kepada temannya atau langsung menanyakan kepada guru (peneliti).
            Siswa yang sudah selesai mengerjakan soal harus menulis jawaban mereka di papan tulis dan menjelaskan hasil jawaban mereka kepada temannya. Siswa sangat antusias dalam hal ini karena siswa merasa bahwa mereka juga mampu dan mereka ingin seperti teman-teman mereka yang dari dulu sudah terbiasa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Siswa yang tadinya pemalu, sekarang menjadi lebih berani untuk tampil di depan kelas karena telah ditanaman dalam diri mereka bahwa mereka pasti bisa dan jangan takut salah karena sekaranglah waktunya mereka untuk salah bukan ketika mereka sudah dewasa. Diakhir pembelajaran siswa diberi kuis dan untuk lebih memotivasi mereka maka guru memberikan ketentuan bahwa siswa yang bisa mengerjakan soal yang telah disediakan di papan tulis maka siswa tersebut bisa langsung pulang. Alhasil setiap siswa saling berebut untuk berlomba mengerjakan soal yang mereka anggap paling gampang. Karena suasana sangat gaduh, akhirnya setiap siswa mendapat soal sesuai nomor urut absen kelas.
Pertemuan ketiga (Jum’at, 5 Februari 2010)
            Pada hari ini siswa sudah siap untuk mengisi soal evaluasi. Untuk yang terakhir kalinya pun pelajaran matematika selalu mendapat jam pertama. Soal yang telah disediakan berjumlah sepuluh buah. Terdiri dari 5 soal PG dan 5 soal 1 soal Essay dua soal pertama dikategorikan soal mudah, satu soal dikategorikan soal sedang dan dua soal terakhir dikategorikan soal sulit. Lalu dilaksanakan evaluasi dan mempunyai waktu 70 menit untuk mengerjakan ke-10 soal tersebut.
            Proses pengisian soal bisa terhitung disiplin karena hanya beberapa orang saja yang masih berusaha untuk melihat hasil kerja temannya. Setelah 70 menit berakhir, semua siswa menyerahkan hasil jawaban meraka sisa 10 menit guru memotivasi dan memberikan rewad. Sebelumnya telah disuruh menbuat Kesan dan pesan yang mereka tulis dalam hari sabtu kemarin sangat berarti dan akan menjadi motivasi bagi diri peneliti.
B.  Aktivitas Guru
Pembelajaran dengan menggunakan kooperatif learning tipe Quantum memposisikan guru sebagai fasilitator, pembimbing, dan mengarahkan siswa jika terjadi kekeliruan dalam memahami materi. Dalam pembelajaran ini, siswa dituntut untuk lebih  aktif dalam memahami materi. Dari ketiga pertemuan itu, aktivitas guru  dalam kegiatan mengajar di kelas sebagai berikut:
Pertemuan pertama (jum’at, 22 Januari 2010)
Hal yang pertama dilakukan oleh guru (peneliti) pada saat sampai di kelas adalah mengkondisikan anak-anak dengan cara menyuruh mereka untuk  menyiapkan diri, berdoa untuk memulai pembelajaran dan mengabsen mereka. Selanjutnya guru menanyakan sepintas tentang materi untuk merangsang pikiran mereka agar ingat lagi terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Diawal penyampian materi, guru menjelaskan manfaat dan tujuan dari mempelajari materi yang akan disampaikan. Hal tersebut dilakukan agar siswa merasa termotivasi dan butuh terhadap materi tersebut, sehingga siswa belajar atas kesadaran sendiri.
Selanjutnya guru menyampaikan materi yang telah disiapkan. Pembelajaran mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat. Proses pembelajaran juga menggunakan media dan alat bantu yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah guru menjelaskan materi, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Guru tidak langsung menjawab pertanyaan siswa, tapi  memberikan kesempatan kepada siswa lain yang mau dan mampu untuk menjawab pertanyaan temannya. Jika jawaban siswa kurang tepat, maka guru langsung memberikan penjelasan tentang pertanyaan yang telah disampaikan. Ditengah-tengah pembelajaran, guru juga memberikan lagu-lagu dan permainan supaya siswa tidak terlalu jenuh dalam belajar Selain itu, guru juga memantau siapa saja siswa yang sudah mampu menangkap materi dengan baik dan siswa yang kurang memahami materi.
Pada akhir kegiatan, guru menyimpulkan materi yang telah disampaikan  dan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman siswa, guru memberikan kuis. Selanjutnya supaya siswa lebih memahami materi yang telah disampaikan,siswa diberikan pekerjaan rumah (PR).
Pertemuan kedua (sabtu, 23 Januari 2010)
Pada awal pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah mengkondisikan siswa untuk berdoa dan mengabsen siswa. Setelah pengkondisian siswa selesai, guru langsung memeriksa dan membahas pekerjaan rumah. Jika ada siswa tidak mengerkajan PR, guru menanyakan apa alasan mereka tidak mengerjakan PR. Kebanyakan dari mereka menjawab tidak bisa atau lupa mengerjakannya, atau malah menjawab tidak tahu ada PR karena hari kemarin tidak sekolah.
Setelah selesai memeriksa PR, pembelajaran pun dilanjutkan ke materi berikutnya yaitu operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Guru  menjelaskan dulu kegunaan dari materi operasi penjumlahan dan pengurangan yang akan disajikan dan memberikan contoh yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menghubungkan materi ini dengan materi sebelumnya. Dengan cara ini diyakini bahwa siswa lebih memahami materi pecahan . Selain itu cara ini juga menguji daya koneksi berpikir siswa.
Setelah guru menjelaskan materi, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Guru tidak langsung menjawab pertanyaan siswa, tapi  memberikan kesempatan kepada siswa lain yang mau dan mampu untuk menjawab pertanyaan temannya. Jika jawaban siswa kurang tepat, maka guru langsung memberikan penjelasan tentang pertanyaan yang telah disampaikan. Ditengah-tengah pembelajaran, guru juga memberikan lagu-lagu dan permainan supaya siswa tidak terlalu jenuh dalam belajar Selain itu, guru juga memantau siapa saja siswa yang sudah mampu menangkap materi dengan baik dan siswa yang kurang memahami materi.
Pada akhir pembelajaran, guru menyampaikan kesimpulan dari materi yang telah disampaikan pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua karena pertemuan selanjutnya akan diadakan evaluasi. Pada akhirnya, guru memberikan kisi-kisi tentang materi apa saja yang akan muncul dalam evaluasi tersebut.
Pertemuan ketiga (jum’at, 29 Januari 2010)
Pada awal pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah mengkondisikan siswa untuk berdoa dan mengabsen siswa. Setelah pengkondisian siswa selesai, guru langsung memeriksa dan membahas pekerjaan rumah. Jika ada siswa tidak mengerkajan PR, guru menanyakan apa alasan mereka tidak mengerjakan PR. Kebanyakan dari mereka menjawab tidak bisa atau lupa mengerjakannya, atau malah menjawab tidak tahu ada PR karena hari kemarin tidak sekolah.
Setelah selesai memeriksa PR, pembelajaran pun dilanjutkan ke materi berikutnya yaitu operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Guru  menjelaskan dulu kegunaan dari materi operasi penjumlahan dan pengurangan yang akan disajikan dan memberikan contoh yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menghubungkan materi ini dengan materi sebelumnya. Dengan cara ini diyakini bahwa siswa lebih memahami materi pecahan . Selain itu cara ini juga menguji daya koneksi berpikir siswa.
Setelah guru menjelaskan materi, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Guru tidak langsung menjawab pertanyaan siswa, tapi  memberikan kesempatan kepada siswa lain yang mau dan mampu untuk menjawab pertanyaan temannya. Jika jawaban siswa kurang tepat, maka guru langsung memberikan penjelasan tentang pertanyaan yang telah disampaikan. Ditengah-tengah pembelajaran, guru juga memberikan lagu-lagu dan permainan supaya siswa tidak terlalu jenuh dalam belajar Selain itu, guru juga memantau siapa saja siswa yang sudah mampu menangkap materi dengan baik dan siswa yang kurang memahami materi.
Pada akhir pembelajaran, guru menyampaikan kesimpulan dari materi yang telah disampaikan pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua karena pertemuan selanjutnya akan diadakan evaluasi. Pada akhirnya, guru memberikan kisi-kisi tentang materi apa saja yang akan muncul dalam evaluasi tersebut.
Pertemuan keempat (Jum’at, 5 Februari 2009)
Pada awal pembelajaran guru mengkondisikan siswa dengan mengabsen,  dan berdoa untuk pelaksanaan evaluasi. Siswa diberi waktu 15 menit untuk lebih mendalami materi sebelum dilaksanakan evaluasi. Kegiatan inti dimulai dengan guru menuliskan soal evaluasi di papan tulis dan menglarifikasi jika terdapat soal yang salah. Setelah waktu habis, guru mengumpulkan kertas hasil ulangan siswa. Guru memerisa hasil ulangan ketika siswa istirahat. Sepuluh menit setelah istirahat  digunakan guru untuk memgumumkan nilai evaluasi dan membahas soal evaluasi serta memotivasi mereka untuk lebih semangat dalam belajar.

C.    Aktivitas Siswa
Pada pembelajaran model kooperatif learning tipe Quantum, siswa diharapkan lebih aktif dan mampu bekerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan masalah. Seperti yang terdapat pada kurikulum bahwa siswa adalah subjek dalam pembelajaran, bukan sebagai objek seperti pada kurikulum-kurikulum yang sebelumnya. Hal ini jelas memperingan tugas guru yang hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Tapi jangan karena tugas guru hanya sebagai fasilitator, guru malah terlalu acuh dan santai sampai-sampai siswa terabaikan dalam belajar. Yang menjadi perhatian adalah siswa yang bersangkutan, siwa SD jangan disamakan dengan siswa SMP atau SMA karena pemikiran mereka berbeda . Guru masih mempunyai tanggungjawab yang lebih dari sekedar fasilitator, guru juga harus menjadi pembimbing yang baik dalam menerapkan konsep suatu materi.   Dari keempat pertemuan itu, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas sebagai berikut:
Pertemuan pertama (Jum’at, 22 Januari 2010)
Pada awal pertemuan ini siswa terlihat sedikit tegang karena harus berhadapan dengan guru baru. Siswa mengawali pembelajaran dengan berdoa. Siswa mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa juga kritis terhadap materi dan pengerjaan soal di depan kelas. Terbukti ketika terdapat kesalahan pada pengerjaan soal, siswa langsung bertanya apakah betul jawaban yang ditulis di papan tulis? Ternyata jawaban tersebut salah. Hal ini membuktikan bahwa siswa sangat memperhatikan apa yang ditulis oleh gurunya. Siswa juga sering memberikan komentar terhadap bagaimana cara menjelaskan guru. Ketika mereka merasa bahwa guru menjelaskan materi terlalu cepat, maka siswa langsung mengacungkan tangan dan menyampaikan keluhannya.
Siswa juga tergolong baik dalam hal mengerjakan tugas dan mereka juga sering bertanya mengenai materi yang kurang dipahami. Siswa sangat antusias ketika disuruh untuk mengerjakan soal di depan kelas. Siswa juga sangat senang kalau diberikan lagu dan permainan karena menurut mereka jika belajar diselingi dengan permainan, pelajaran jadi mudah untuk dipahami. Sebagian besar pertemuan ini hanya menitikberatkan siswa agar senang terhadap matematika.
Pertemuan kedua (sabtu23 januari 2010)
Pada pertemuan kali ini, siswa mengumpulkan pekerjaan rumah dan bertanya kepada teman atau guru apabila terdapat suatu permasalahan dalam mengerjakan soal. Pada pertemuan kedua, siswa juga tidak jauh beda dengan pertemuan pertama, hanya saja pembelajaran kali ini lebih ditekankan pada pemahaman materi, tidak hanya pada permainan semata. Siswa masih selalu bertanya mengenai materi yang tidak mereka pahami dan berusaha mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik mungkin.
Kemajuan siswa dalam belajar juga sangat pesat. Siswa yang dapat menjawab soal-soal yang diberikan guru bertambah banyak. Diahir pembelajaran, siswa lebih sering untuk menanyakan materi yang tidak mereka pahami karena mereka tahu bahwa pertemuan selanjutnya adalah evaluasi.
Pertemuan keempat (Jum’at, 6 Februari 2009)
Pada pertemuan kali ini, siswa mengumpulkan pekerjaan rumah dan bertanya kepada teman atau guru apabila terdapat suatu permasalahan dalam mengerjakan soal. Pada pertemuan kedua, siswa juga tidak jauh beda dengan pertemuan pertama, hanya saja pembelajaran kali ini lebih ditekankan pada pemahaman materi, tidak hanya pada permainan semata. Siswa masih selalu bertanya mengenai materi yang tidak mereka pahami dan berusaha mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik mungkin.
Kemajuan siswa dalam belajar juga sangat pesat. Siswa yang dapat menjawab soal-soal yang diberikan guru bertambah banyak. Diahir pembelajaran, siswa lebih sering untuk menanyakan materi yang tidak mereka pahami karena mereka tahu bahwa pertemuan selanjutnya adalah evaluasi.
Pertemuan keempat (Jum’at, 5 Februari 2010)
            Pada hari ini siswa sudah siap untuk mengisi soal evaluasi . Soal yang telah disediakan berjumlah Sepuluh buah. Dua soal pertama dikategorikan soal mudah, satu soal dikategorikan soal sedang dan dua soal terakhir dikategorikan soal sulit. Lalu dilaksanakan evaluasi dan mempunyai waktu 70 menit untuk mengerjakan ke-10 soal tersebut.
            Proses pengisian soal bisa terhitung disiplin karena hanya beberapa orang saja yang masih berusaha untuk melihat hasil kerja temannya. Setelah 70 menit berakhir, semua siswa menyerahkan hasil jawaban meraka. Serta respon mereka terhadap pembelajaran yang telah dilakukan oleh peneliti juga baik. Mereka menginginkan pembelajaran yang serupa karena mereka merasa cocok dan nyaman dengan metode pembelajaran yang dilakuka

D.    Pembahasan Soal
Analisis Hasil Ulangan Pada Pokok Bahasan Himpunan
Kelas VII/B MTs Negeri Cililin Kab. Bandung Barat
No
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
Jumlah Skor
Skor
Keterampilan
Keter-
Belajar
10
10
10
10
10
50
capaian
Tuntas
Tidak

Tuntas
1
Abdul Kohar


10


45
55
55%

2
Aidah
10
10
10
10

45
85
85%

3
Aldi Chandra.R

10
10


35
55
55%

4
Asep Nurdiansyah


10
10

40
60
60%

5
Bayu Muhamad Imam


10
10
10
35
65
65%

6
Dede Suryadi



10
10
40
60
60%

7
Dini Nofalutpilah


10
10

40
60
60%

8
Firman Saepul M
10

10


40
60
60%

9
Guntur Saepul A

10
10


30
50
50%

10
Hendriyansyah


10
10

40
60
60%

11
Iki Sopandi


10
10
10
45
75
75%

12
Imas Ruroh


10
10

40
60
60%

13
Lulu Nurzamzam


10
10

40
60
60%

14
M Ikbal Ramadhan


10
10

40
60
60%

15
Mansyur
10

10
10

40
70
70%

16
Mihamad Nurdin S
10

10

10
40
70
70%

17
Moh.Yusup Maulana
10

10
10

45
75
75%

18
Mutiara Tri Afrilian
10
10
10
10

40
80
80%

19
Neng Rina Sikmawati


10
10

35
55
55%

20
Nova Yossi KH


10
10

45
65
65%

21
Nurcahya Hardiansah


10
10

45
55
55%

22
Nurhasanah


10
10

45
55
55%

23
Prianti Ning Tias R
10
10
10
10

45
85
85%

24
Ratna Sulastri
10

10
10

40
70
70%

25
Recky Perdiana


10
10

40
60
60%

26
Rida Nurajizah
10

10
10

40
70
70%

27
Rizki Andriansyah
10

10
10
10
45
85
85%

28
Rofifah Fauziah
10

10
10
10
40
80
80%

29
Santi Supriani


10

10
40
60
60%

30
Shofiatul Fiqri


10
10

40
60
60%

31
Silfi Quratul Aeni
10

10
10
10
40
80
80%

32
Siti Aliah Sari
10
10
10
10
10
45
95
95%

33
Siti Mulyani
10

10

10
40
70
70%

34
Siti Nurholifah
10

10
10

45
75
75%

35
Sri Mulyati


10
10

35
55
55%

36
Sri Ratna Rahayu


10
10

45
65
65%

37
Ucu Neli Agustin
10

10
10

45
75
75%

38
Wisnu Hadinata

10
10


35
55
55%

39
Ziyadaturrizqoh
10


10

40
60
60%

40
Nandang


10
10
10
40
70
70%

41
Johan Tanamal
10

10
10
10
45
85
85%

Jumlah
180
70
390
330
120
1835
2440

Jumlah Maxsimum
410
410
410
410
410
2050
4100

Laki-Laki        
:
27
Perempuan   
:
14
Jumlah       
:
41

  1. Jumlah ketercapaian
Soal nomor 1 =  = 100 %   = 43,9%
Soal nomor 2 =  =  100 %  = 17,07 %
Soal nomor 3 =  = 100 %  = 95,12 %
Soal nomor 4 =  = 100 %  = 80,48 %
Soal nomor 5 =  = 100 %  = 29,26 %
Soal nomor 6 =  = 100 %  = 89.51
  1. Ketuntasan perseorangan        = 33 siswa dari 41 siswa
  2. Ketuntasan kelas                     = 100 % = 80,48 %
  3. Daya serap seluruh siswa        = 100 % = 83,61 %
  4. Grafik
Grafik Ketercapaian Seluruh Siswa dalam Mengerjakan Soal 1- 6
6
 
89.51%
 


Grafik Ketercapaian Siswa Untuk Setiap Soal
















BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan hasil temuan, analisis data, dan pembahasan, dapat dikemukakan kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan penelitian ini.
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tentang bagaimana pengaruh penggunaan metode Quantum terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sub pokok bahasan Himpunan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dengan menggunakan metode Quantum menunjukan peningkatan hasil belajar siswa, hal ini terlihat dari peningkatan pengusaan siswa terhadap materi. Data memperlihatkan bahwa adanya peningkatan yang cukup berarti dari hasil Post Tes.
Metode pembelajaran dengan menggunakan Quantum dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan menemukan sendiri konsep matematika tersebut, sehingga siswa lebih termotivasi, kreatif, dan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari antusiasme siswa dalam mengikuti setiap tahap pembelajaran dan siswa lebih pariatif dalam menyelesaikan masalah.
Dalam penggunaan metode ini terdapat beberapa kendala seperti, terkadang pada saat diskusi kelompok terdapat beberapa siswa yang kurang aktif, acuh, bahkan sibuk sendiri dengan aktivitasnya. Dalam hal ini mambutuhkan kemampuan dan kretifitas  guru untuk membawa suasana belajar agar lebih hidup, tidak membosankan, sehingga siswa merasa tertarik dan tidak terjebak dalam suasana belajar yang membosankan. Kendala lain yang cukup berarti adalah ketidak siapan siswa untuk menerima materi pengajaran karene beberapa materi pra syarat masih belum terpenuhi, sehingga menuntut kemampuan guru untuk merangsang kembali ingatan siswa terhadap materi sebelumnya.
Terlihat bahwa metode pembelajaran dengan menggunakan Quantum ini merupakan salah satu metode yang pantas dipergunkan guna meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Himpunan. Namun dalam pencapaiannya tergantung dari bagaimana seorang guru itu sendri untuk bisa mengemas metode ini menjadi kreatif dan menarik, sehingga tujuan dari metode Quantum sebagai suatu metode yang mampu membentuk siswa yang mampu berfikir secara kritis , analitis, dan argumentatis, sehingga dapat membangun ranah kognitif dan afektif siswa.
B.     Saran
Penggunaan metode quantum dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasab Himpunan dapat dijadikan alternatif yang perlu dikembangkan, kerena dengan menggunakan metode semacam ini siswa dapat terlibat secara aktif dan dapat menimbulkan motivasi belajar sehingga siswa dapat memahami konsep matematika.
            Penelitin ini agar dilakukan pada kelas dan konsep yang berbeda terutama kelas 7 supaya dari awal siswa sudah dibiasakan mandiri, aktif serta kreatif sebagai bekal untuk jenjang berikutnya (kelas 8 dan 9). Kemandirian, keaktifan, dan kekretifan ini dapat dijadikan bekal dan pengalaman cukup berati bagi siswa.
Penelitin semacam ini idealnya dilakukan dengan waktu yang utuh, tidak terganggu oleh kegiatan di luar proses belajar. 











REFERENSI

 
Susilawati, Wati. 2009. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung.