Kamis, 03 Juni 2010

PROBLEM SOLVING

DALAM BELAJAR DAN MENGAJAR MATEMATIKA

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum Pembelajaran Matematika

 

Oleh:

PARMAN (208203831)

ZEN LUTHFI PRIBADI (208203846)

 

Program Studi Pedidikan Matematika

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati

Bandung

2010

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur kepada Allah SWT pemilik alam semesta dan pemberi segala kekuatan. Atas segala nikmat dan keagungan-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tercurahkan kepada suri tauladan sekaligus guru untuk umat sepanjang hayat Rasulullah Muhammad SAW.

            Adapun guna makalah ini yakni untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum Pembelajaran Matematika, selain itu pula guna mengaplikasikan segenap ilmu pengetahuan penulis dalam pembelajaran tersebut.

            Bak permata tak selamanya bersinar, adakalanya menjadi pualam. Begitu pun dengan makalah ini yang jauh dari kesempurnaan. Untuk itu diharapkan adanya kritik dan saran yang sekiranya membangun demi perbaikan kearah mendatang.

Tak ada manusia yang dapat berdiri sendiri di dunia ini. Begitu pun dengan penulis, atas bantuan dan dorongan dari pihak-pihak lain makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih, kepada :

  • Bapak Drs. Agus Hikmat Syaf, M.Si, dosen mata kuliah Kurikulum Pembelajaran Matematika.
  • Rekan-rekan yang senantiasa mendorong agar terselesaikanya makalah ini yang tidak dapat di sebutkan. Semoga Allah SWT melindungi dan menaungi Anda semua.

            Akhir kata diharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak umumnya.

Bandung,  12 Maret 2010

 

     Penyusun

i

DAFTAR ISI

 

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..     i    

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….    ii

 

BAB I  PENDAHULUAN

            I.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………     1        

            I.2 Rumusan Masalah………………………………………………….      2

 

BAB II  PEMBAHASAN

            A.  Pengertian Problem Solving……………………………………. ..       3            

            B.  Problem Solving dalam Belajar Matematika……………………..        4    

             C. Problem Solving dalam Mengajar Matematika ……………… …        8

 

         BAB III  PENUTUP 

            III.1 Simpulan………………………………………………………...        15  

            III.2 Saran…………………………………………………………….        15

      

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………       16

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA). Dikarenakan pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai subjek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Khususnya untuk mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting  karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.

Dalam proses belajar dan mengajar dikelas terdapat keterkaitan yang erat antara siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satunya dalam memahami konsep pada pokok bahasan Teorema Phytagoras. Akibatnya, terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep berikutnya karena konsep prasarat belum dipahami.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sangat pentig dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya. Siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain lain dapat dikembangkan secara lebih baik .

Realita di lapangan menunjukan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum di jadikan sebagai kegiatan utama. Padahal di Amerika dan Jepang kegiatan tersebut dapat dikatakan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah. Suryadi dkk. (1999) dalam surveynya tentang Current situation on mathematics and science education in Bandung yang di sponsori JICA, antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa di semua tingkatan sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik oleh siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam membelajarkan siswa. Berbagai kesulitan ini muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin di capai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak sering kali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai.

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat di identifikasi permasalahanya, yaitu:

a.       Apakah yang dimaksud dengan problem solving ?

b.      Bagaimana cara pemecahan masalah dalam belajar matematika?

c.       Bagaimana cara pemecahan masalah dalam mengajar matematika?

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Konsep Problem Solving (pemecahan masalah)

1.      Masalah dan Pemecahan Masalah.

Pemecahan masalah merupakan salah satu pendekatan dan pula sebagai tujuan dalam belajar dan pembelajaran matematika. Menurut Branca (Utari Sumarno, 1994, h. 8) bahwa pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan masalah dari sudut pandang. Bell (1987) mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari kebenaran situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya. Sedangkan Hudayo (1990) lebih tertarik melihat masalah, dalam kaitannya berdasarkan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Ia menegaskan bahwa seseorang mungkin dapat menyelesaikan suatu masalah dengan prosedur rutin, namun orang lain dengan cara yang tidak rutin. Gaugh (1995) mengartikan bahwa masalah sebagai suatu tugas yang apabila kita membacanya, melihatnya, atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mampu menyelesaikannya pada saat itu juga.

Disadari atau tidak disadari, setiap hari  kita harus menyelesaikan berbagai masalah, kita sering kali dihadapkan pada suatu hal yang sangat rumit dan pelik, kadang-kadang pemecahanya tidak dapat diperoleh dengan segera. Suatu masalah dapat dipandang sebagai “masalah”, dan merupakan hal yang sangat relatif; bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.

Menurut Utari Sumarmo (1994) bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan dalam pembelajaran matematika pemecahan masalah mempunyai interpretasi berbeda. Misalnya menyelesaikan soal cerita, soal yang tidak rutin, dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Masalah non-rutin yaitu masalah yang penyelesainya menuntut perencanaan dengan mengaitkan dunia nyata/kehidupan sehari-hari, dan penyelesainya tersebut mungkin saja banyak jawab (open-ended) yang memerlukan cara berfikir diverge yang dapat melatih siswa berfikir kreatif.

Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan,  siswa telah mengetahui cara menyelesaiankannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah (Suyito, 2000: 34).

Polya (1985) mendefinisikan, bahwa pemecahan masalah merupakan suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai.

Metode pemecahan masalah (Problem Solving Method) adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta pemecahannya.

 

B.     Problem Solving dalam Belajar Matematika

1.      Teori Belajar Matematika

Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004: 8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan tersebut dapat di internalisasi dalam pikiran (Struktur Kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan tersebut dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut.

Tahap Enaktif

            Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata

Tahap Ikonik

Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif

Tahap Simbolik

            Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol abstrak, baik simbol verbal (misalnya huruf, kata, atau kalimat), lambang matematika, maupun lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004: 9)

Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa dilatih ke tahap belajar kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus refresentatif ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar tersebut dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus refresentatif simbolik.        

2.      Prosedur Problem Solving dalam belajar

Pemecahan masalah matematika memerlukan langkah-langkah yang konkret dan prosedur yang benar. Menurut Polya (1985) bahwa solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan.

Fase pertama adalah memahami masalah meliputi: (a) apa yang diketahui? data apa yang diberikan? atau bagaimana kondisi soal? (b) apakah kondisi yang diketahui cukup untuk mencari apa yang ditanyakan? Setelah siswa dapat memahami masalah dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah.

Melakukan fase kedua sangat tergantung pada pengalaman siswa yang bervariasi dalam menyelesaikan masalah, meliputi: (a) pernahkah anda menemukan soal yang seperti ini sebelumnya? Pernahkah ada yang serupa dengan bentuk  lain? Atau tahukah anda yang mirip dengan soal tersebut? (b) Pernahkah menemukan soal serupa dengan bentuk ini sebelumnya? Teori mana yang dapat dipakai dalam masalah ini? (c) Perhatikan apa yang ditanyakan coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan pertanyaan yang sama atau yang serupa (d) apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula, mengulang soal tadi atau menyatakan dalam bentuk lain?

Fase ketiga adalah melaksanakan perhitungan. Langkah ini menekankan pada pelaksanaan prosedur yang ditempuh, meliputi (a) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum? (b) bagaimana membuktikan langkah yang dipilih sudah benar? Fase keempat memeriksa kembali proses dan hasil. Bagian terakhir dari langkah ini, Polya menekankan bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Berkaitan dengan hal ini, prosedur yang harus diperhatikan adalah: (a) dapatkah diperiksa sanggahannya? (b) dapatkah jawaban dicari dengan cara lain? (c) dapatkah jawaban tersebut dibuktikan? (d) dapatkah cara tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?

Berkaitan dengan pemecahan masalah , seorang siswa dikategorikan sebagai good problem solver dalam pembelajaran matematika. Suydam (1980) mengajukan 10 kriteria :

(1) mampu memahami konsep dan terminologi, (2) mampu menelaah keterkaitan, perbedaan dan analogi, (3) mampu menyeleksi prosedur dan variabel yang benar, (4) mampu memahami ketidakkonsistenan konsep, (5) mampu menbuat estimasi dan analisis, (6) mampu menvisualisasikan dan menginterpretasi, (7) mampu membuat generalisasi, (8) mampu menggunakan berbagai strategi, (9) mempunyai skor yang tinggi dan baik hubungannya dengan siswa lain, dan (10) mempunyai skor yang rendah terhadap tes kecemasan.

Forhay dan Kirkley (2003) mengidentifikasi suatu urutan dasar dari tiga aktivitas kognitif dalam proses pemecahan masalah:

1.      merepresentasi masalah yang meliputi pemanggilan kembali kontek pengetahuan yang sesuai, dan mengidentifikasi tujuan dan kondisi awal yang relevan untuk masalah.

2.      mencari solusi yang meliputi menghaluskan tujuan dan mengembangkan suatu rencana tindakan dalam mencapai tujuan.

3.      mengimplementasi solusi yang meliputi menjalankan rencana tindakan dan mengevaluasi.

Adapun proses dari model pembelajaran problem solving terdiri dari langkah-langkah berikut:

Klarifikasi masalah

            Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan

Pengungkapan pendapat

Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapakan pendapat tentang berbagai macam strategi pemecahan masalah.

Evaluasi dan pemilihan

Pada tahap evaluasi dan pemilihan, setiap kelompok mendiskusikan pendapat pada strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

Implementasi

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan dari masalah tersebut (pepkin, 2004: 2)

C.    Problem Solving dalam Mengajar Matematika

1.      Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004: 1). Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisasi semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000: 12)

Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan kontek pembelajaran (Depdiknas, 2003: 1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.

Dalam pembelajaran matematika, salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (problem solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strategi sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran, siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.  

2.      Prosedur problem solving dalam Pembelajaran.

Ingat nama George Polya, matematikawan Hongaria (1887-1985) bapak pemecahan masalah, Ph.D. dari university of Budapest. Polya mewariskan sepuluh perintah untuk melaksanakan pembelajaran (ten commandment for teacher):

1)      Diawal pertemuan kemaslah materi yang akan disampaikan se-menarik mungkin, komunikasikan dengan cara yang positif, berbagi pengalaman profil orang-orang sukses.

2)      (kenali subjek anda) sukses membangun hubungan yang positif, membuka peluang mengenai individualitas anak didik.

3)      Cobalah mengenali wajah anak didik anda , cobalah melihat harapan dan kesulitan mereka, tempatkan diri anda di posisi mereka.

4)      Arahkan anak didik anda agar mampu mengkonstruk konsep dengan cara menemukannya sendiri, sharing pengetahuan, wawasan dan bersosialisasi dalam diskusi.

5)      Siswa tidak hanya dibekali pengetahuan melainkan siswa dibentuk sebagai pelajar mandiri yang mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri dan menilai kemampuan diri secara objektif untuk membangun konsep diri.

6)       (Let them learn guessing) berilah kesempatan anak untuk belajar sesuai kemampuan dan praduga masing-masing anak dalam memecahkan masalah.

7)      Berilah kesempatan anak didik untuk membuktikan gagasannya, agar mampu menjadi seorang problem solver yang handal.

8)      Perlihatkanlah dunia nyata (masalah) dan selesaikanlah dengan pemecahan masalah.

9)      Masalah yang muncul dalam proses pembelajaran haruslah yang real, berguna untuk masa yang akan datang.

10)  Bangkitkan mereka, jangan membuat siswa down.

Berbagai hasil penelitian pemecahan masalah mencakup karakteristik permasalahan, karakteristik dari siswa sukses atau siswa gagal dalam pemecahan masalah,  pembelajaran strategi pemecahan masalah yang dapat membantu siswa menuju kelompok siswa sukses dalam pemecahan masalah. Antara lain diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a)      Strategi pemecahan masalah dapat secara spesifik diajarkan.

b)      Tidak ada satupun strategi yang dapat di gunakan secara tepat untuk setiap masalah yang dihadapi.

c)      Berbagai strategi pemecahan masalah dapat diajarkan pada siswa dengan maksud untuk memberikan pengalaman agar mereka dapat memanfaatkan pada saat menghadapi berbagai variasi masalah. Mereka harus didorong untuk mencoba memecahkan masalah yang berbeda-beda dengan menggunakan strategi yang sama dan diikuti dengan diskusi mengapa suatu strategi hanya sesuai untuk masalah tertentu.

d)     Siswa perlu dihadapkan pada berbagai permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara cepat sehingga memerlukan upaya mencoba berbagai alternatif pemecahan.

e)      Kemampuan anak dalam pemecahan masalah sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan mereka. Dengan demikian masalah yang diberikan pada anak, tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan perkembangan potensi mereka.

Program pemecahan masalah sebaiknya diambil dari permasalah atau kejadian sehari-hari yang lebih dekat dengan kehidupan anak atau yang lebih menarik perhatian anak.

Untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dalam mengajar pelajaran khususnya matematika dengan baik, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain: waktu yang digunakan untuk pemecahan masalah, perencanaan, sumber yang diperlukan, peran teknologi, dan manajemen kelas.

1)      Waktu

Seseorang yang menyelesaikan masalah harus dibatasi oleh waktu agar seluruh potensi pikirannya, konsentrasinya secara penuh pada penyelesaian soal. Beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam kaitannya dengan waktu antara lain adalah waktu untuk memahami masalah, waktu untuk mengekplorasi liku-liku masalah, dan waktu untuk memikirkan masalah.

2) Perencanaan

Aktifitas pembelajaran dan waktu yang di perlukan harus di rencanakan serta dikoordinasikan sehingga siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah, dan menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih antara lain:

a)      Membuat estimasi (praduga)

b)      Memuat aplikasi matematika bersifat praktis.

c)      Menunutut siswa untuk mengkonseptualisasikan bilangan-bilangan yang sangat besar atau bilangan yang sangat kecil.

d)     Didasarkan atas minat siswa.

e)      Menuntut logika, penalaran, pengujian konjektur, dan informasi yang masuk akal.

f)       Menuntut penggunaan lebih dari satu strategi untuk mencapai solusi yang benar.

g)      Menuntut adanya proses pengambilan keputusan.

3)Sumber

Guru kreatif membuat dan mengembangkan soal-soal sendiri yang memuat masalah-masalah yang tidak rutin.

4) Teknologi

            Penyelesaian masalah menggunakan kalkulator, hal ini karena menyangkut waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan dalam menggunakan strategi pemecahan masalah.

5) Manajemen Kelas.

            Membelajarkan siswa dalam proses pemecahan masalah lebih efektif dengan model kooperatif learning, karena siswa mampu menunjukan kemampuan yang lebih baik dalam memahami permasalah secara lebih mendalam jika belajar dari temannya melalui diskusi kelompok.

 

 

 

3.      Jenis Problem Solving

            Schroeder and Lester (Bay, 2000) menginterpretasi jenis pemecahan masalah di dalam kelas sebagai berikut:

1.      Pembelajaran untuk pemecahan masalah adalah pembelajaran konvensional. Pembelajaran ini bertujuan untuk menerapkan konsep terlebih dahulu, kemudian siswa mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi pemecahan masalah. Konsep ini umumnya terdapat di dalam buku teks, dimana soal latiahan diikuti oleh soal cerita dengan menerapkan konsep yang sama.

2.      Pembelajaran tentang pemecahan masalah. Pembelajaran ini mengupas tentang strategi atau heuristic Polya untuk menyelesaikan masalah (1985) dengan mengajukan empat langkah pemecaham masalah, yaitu: a) memehami masalah, b) merencanakan permasalahan, c) melakukan perhitungan, d) memeriksa kembali hasil. Pembelajaran ini adalah bagaimana menerapkan strategi pemecahan masalah, tidak perlu mengajarkan konten matematikanya.

3.      Pembelajaran melalui pemecahan masalah. Pembelajaran ini bertujuan menyampaikan konten matematika dalam suatu lingkaran pemecahan masalah yang berorientasi discovery. Pembelajaran ini melibatkan siswa melakukan ekslorasi, menemukan menginvestigasi masalah konkrit dan perlahan-lahan menuju abstrak.

4.      Peranan Problem Solving

Stanic dan Killpatrick (Mcintosh dan Jarrett, 2000) mengidentifikasi peranan pemecahan masalah dalam matematika di sekolah yaitu:

1.      Pemecahan masalah matematika sebagai konteks. Dalam hal ini pemecahan masalah sebagai doing Math, dan dibagi dalam empat kategori, yaitu:

a.       Pemecahan masalah matematika digunakan sebagai justifikasi pembelajaran matematika, untuk menarik minat siswa terhadap nilai-nilai matematika, konten harus terkait dengan pengalaman pemecahan masalah dalam dunia nyata.

b.      Pemecahan masalah digunakan untuk memotivasi siswa yang menantang minat siswa dalam suatu topic matematika tertentu, atau algoritma dengan menyediakan contoh konstektual.

c.       Pemecahan masalah digunakan sebagai suatu reaksi yaitu suatu aktivitas yang menyegarkan, sering diterapkan sebagai bonus, atauselingan dalam belajar rutin.

d.      Pemecahan masalah digunakan sebagai latihan, ini yang digunakan untuk memperkuat keterampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung.

Ketika pemecahan masalah diterapkan sebagai konteks dalam matematika, penekanannya adalah dalam menumbuhkan minat dan melibatkan tugas atau masalah yang membantu menjelaskan sesuatu konsep atau prosedur matematika. Pengguanaan pemecahan masalah sebagai konteks misalnya mempresentasikan konsep pecahan dengan memberikan tugas kelompok kepada siswa sebagaimana membagi kue menjadi dua bagian yang sama besar. Tujuan pemberian tugas ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan konsep lebih konkret, menawarkan sesuatu yang rasional dalam mempelajari pecahan (justifikasi).

Berdasarkan saran dari Williams (Mcintoosh dan Jarrett, 2000) dalam memberikan tugas pemecahan masalah kepada siswa harus memungkinkan:

  1. Berpikir lancar berarti menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan, dan arus pemikiran yang lancar.
  2. Berpikir luwes (fleksibel) berarti menghasilkan banyak gagasan atau gagasan yang beragam, mampu mengubah cara atau pendekatan, dan arah pemikiran yang berbeda-beda.
  3. Berpikir orisinil berarti memberikan jawaban yang tidak lajim yang berbeda dari biasanya, yang jarang diberikan orang pada umumnya.
  4. Berpikir terperinci (elaborasi) berarti mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci detil-detil dan memperluas suatu gagasan.

2.      Pemecahan masalah matematika sebagai keterampilan. Sebuah prosedur umum diajarkan utuk menyelesaikan masalah, seperti membuat gambar, bekerja mundur, atau membuat daftar, dan memberikan siswa latihan untuk menerapkan prosedur tersebut dalam menyelesaikan masalah rutin. Akan tetapi ketika pemecahan masalah dipandang sebagai suatu kumpulan keterampilan, keterampilan ini sering kali ditempatkan dalam suatu hirarkhi, dimana siswa di harapkan menguasai terlebih dahulu kemampuan menyelesaikan masalah rutin, sebelum mencoba masalah yang rutin. Sehingga pemecahan masalah nonrutin sering dilatihkan hanya pada siswa pandai, daripada kepada semua siswa.

3.      Pemecahan masalah sebagai suatu seni. Mc Intosh dan Jarrett (2000) mengemukakan bahwa Polya pernah memperkenalkan ide pemecahan masalah yang dapat di ajarkan sebagai suatu praktek seni, seperti bermain piano, atau berenang. Selain itu Polya telah memperkenalkan istilah Heuristik modern (seni inkuiri dan discovery) untuk menjelaskan kemampuan yang dibutuhkan dalam menginvestigasi masalah baru. Ia menyadarkan bahwa mempresentasikan matematika tidak hanya sebagai suatu kumpulan fakta atau aturan, melainkan sebagai suatu seni yang eksperimental dan induktif. Tujuan dari melaksanakan pembelajaran pemecahjan masalah sebagai seni adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa supaya menjadi pemecahan masalah yang terampil dan antusiastik, menjadi pemikir yang indenden, sehingga mampu mengatasi masalah yang  ill-structured dan  openp-ended.   

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Simpulan

Pembelajaran sebagaimana dicontohkan diatas merupakan usaha untuk menjadikan peserta didik lebih bertanggung jawab dan lebih mandiri mengembangkan pelajarannya sendiri, dengan menjadikan  materi pembelajaran sebagai suatu pengetahuan yang melekat dan bukan pengetahuan sesaat. Pembelajaran seperti ini sebagai suatu bagian integral dalam seluruh proses kependidikan menunutut perubahan sikap dari guru atau dosennya, karena dalam memberikan kesempatan pada peserta didik mengembangkan dirinya, ia tetap berkomunikasi dan mengikuti arah dan langkah pembelajaran tersebut.

Pendidikan seperti ini akan memberikan gambaran akan potensi kemanusiaan sebagai kedudukan norma, yang bukan saja menjadikan bagian dari dunianya, melainkan berfungsi secara aktif, kreatif dan produktif dalam dunia itu, karena menampilkan intens dan relasi dalam perjumpaan pedagogis melalui suatu pendekatan secara teknis edukatif telah dinyatakan layak dalam implementasinya.

B.     Saran

Kalau peserta didik belajar menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan dalam suasana belajar seperti dikemukakan dalam berbagai langkah , maka perubahan sikap yang diperoleh dari cara belajar ini merupakan penemuan diri yang meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Susilawati, Wati.  (2009). Belajar dan Pembelajaran Matematika Edisi II. Bandung.

Muslich, Mansyur. (2009). KTSP pembelajaran berbasis kompetensi dan konstektual. Jakarta: Bumi Aksara.

Soedjatmoko, dkk. (1991). Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Inddonesia.

Sukmara, Dian. (2007). Implementasi Life Skill KTSP melalui Managemen Potensial Qodrati. Bandung: Mughni Sejahtera.

www.google.com/problem solving/wikipedia.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar